A. Pendahuluan
Allah SWT menurunkan Al-Qur’an dalam
bahasa Arab. Terpilihnya bahasa Arab tentu memiliki hikmah tertentu
yang hingga saat ini masih menjadi kajian yang menarik untuk dilakukan.
Kajian dari segi keindahan bahasa maupun muatan makna dari ayat-ayat
Al-Qur’an menjadi bagian penting dalam kajian Ulumul Quran.
Di antara kajian tersebut ada kajian tentang muhkamat dan mutasyabihat.
Studi ini bertitik tolak dari kajian bahasa Al-Qur’an. Di mana
Al-Qur’an memiliki beberapa redaksi yang memiliki multi-interpretasi. Di
samping sebagai kelebihan dari Al-Qur’an sebagai mukjizat, redaksi yang
memiliki beberapa makna ini dapat menjadi ruang deviasi terhadap makna bahasa wahyu tersebut.
Demikianlah beberapa alasan penting sehingga pemakalah mengkaji tentang ayat muhkamat dan mutasyabihat dalam Al-Qur’an, di samping sebagai tugas pada mata kuliah Ulumul Quran.
Kajian ini berawal dari pengertian muhkamat dan mutasyabihat, sumber perbedaan pendapat, macam-macam, serta diakhiri dengan beberapa hikmah adanya ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat.
B. Pengertian Muhkamat dan Mutasyabihat
Secara bahasa, kata muhkamat berasal dari kataاحكم يحكم احكاما yang memiliki arti ketelitian, keakuratan, kekukuhan, pencegahan dan keseksamaan[1]. Sedangkan kata mutasyabihat berasal dari kata تشابه - يتشابه – تشابها yang berarti mirip, sama, serupa atau yang biasanya membawa kepada kesamaran di antara dua hal[2].
Kedua kata di atas terdapat dalam Al-Qur’an yaitu sebagai berikut:
Pertama, firman Allah surat Hud ayat 1:
الَر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِن لَّدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
Artinya: Alif
laam raa, (Inilah) Kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta
dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang
Maha Bijaksana lagi Maha tahu,(QS. Hud : 1)
Ihkam pada
ayat ini memiliki makna bahwa ayat Al-Qur’an terjaga keakuratannya,
serta rinci hal perintah maupun larangan, serta jelas perbedaan antara
halal dan haram[3].
Kedua, firman Allah surat Az-Zumar ayat 23:
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
Artinya: Allah
Telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang
serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang gemetar karenanya kulit
orang-orang yang takut kepada Tuhannya, Kemudian menjadi tenang kulit
dan hati mereka di waktu mengingat Allah.(QS. Az-Zumar : 23)
Tasyabuh pada
ayat ini memiliki makna bahwa adanya ayat Al-Qur’an menyerupai dan
membenarkan satu dengan yang lainnya, tidak saling bertentangan. Kata matsaniy memberikan pemahaman adanya pengulangan dalam ayat merupakan bagian dari metode pendidikan Allah kepada hambaNya[4]
Ayat pertama (QS. Hud : 1) dan ayat kedua (QS. Az-Zumar : 23) memberikan pemahaman kepada kita tentang muhkam dan mutasyabih secara umum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Ketiga, firman Allah surat Ali Imran ayat 7:
هُوَالَّذِيَ أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاء الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاء تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الألْبَابِ
Artinya:
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara
(isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamat Itulah pokok-pokok isi Al qur'an
dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. adapun orang-orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian
ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk
mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya
melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami
beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi
Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan
orang-orang yang berakal.(QS.Ali Imran : 7)
Para ulama berbeda pendapat dalam memberikan pengertian muhkamat dan mutasyabihat, di antaranya sebagai berikut:
2. Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara lansung tanpa membutuhkan keterangan lain. Sedangkan mutasyabih butuh penjelasan[6].
3. Muhkam adalah ayat yang dalalhnya kuat baik maksud maupun lafaznya. Sedangkan mutasyabih adalah ayat yang lemah dalalahnya, bersifat mujmal, sehingga memerlukan ta’wil[7].
4. Muhkam adalah ayat yang seksama susunan dan urutannya yang membawa kepada kebangkitan makna yang tepat tanpa pertentangan. Sedangkan mutasyabih adalah ayat yang makna seharusnya tidak terjangkau dari segi bahasa kecuali bila ada bersamanya indikasi atau konteksnya[8].
Dari berbagai defenisi di atas dapat disimpulkan, bahwa ayat muhkamat adalah ayat yang jekas dan terang maknanya sehingga mudah dipahami dengan mudah maksudnya. Sedangkan ayat mutasyabihat adalah ayat yang kurang jelas dan samar-samar maknanya sehingga sulit untuk mengetahui maksudnya[9].
C. Sumber Perbedaan Pendapat
Dalam membahas ayat-ayat muhkamat, ulama tidak berbeda pendapat. Sekiranya ada, tetapi tidak bersifat prinsip[10]. Sedangkan dalam memahami ayat mutasyabahat terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama apakah ayat-ayat mutasyabihat ini mampu dipahami oleh manusia atau tidak.
Perbedaan itu bermula dari memahami makna surat Imran ayat 7.
...وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا...
Lebih rinci penulis urai sebagai berikut:
1. Ulama yang berpendapat bahwa waqaf ayat di atas pada lafal الله, sedangkan الرَّاسِخُونَ adalah mubtada dan khabarnya adalah يَقُولُونَ. Huruf و pada ayat di atas adalah waw isti’naf[11], sehingga memiliki makna bahwa hanya Allah yang mengetahui makna ayat mutasyabihat, memuji orang yang menyerahkan urusan mutasyabihat itu kepada Allah swt.
2. Ulama yang berpendapat bahwa huruf و pada ayat di atas adalah wawul ‘athaf. Sehingga memiliki makna bahwa ayat-ayat mutasyabihat itu
dipahami oleh Allah dan orang-orang yang mendalami ilmunya. Pendapat
ini dipelopori oleh Imam Nawawi dengan alasan bahwa mustahil bagi Allah
swt memerintahkan sesuatu yang tidak ada jalan keluar untuk memahami
maknanya.
Selanjutnya hal yang menjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama adalah apakah ayat-ayat mutasyabihat
mesti ditafsirkan, ditakwilkan atau diimani dan diserahkan maksudnya
kepada Allah. Maka dalam hal ini ada 3 (tiga) pendapat ulama[12]:
1. Mazhab salaf berpendapat, bahwa dalam memahami ayat mutasyabihat cukup diserahkan kepada Allah swt saja dengan tujuan mensucikan Allah dari hal yang mustahil bagi-Nya.
2. Mazhab khalaf terpecah menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok yang menta’wilkan ayat mutasyabihat terhadap ayat-ayat yang tidak diketahui penjelasannya yaitu sifat yang tetap bagi Allah. Kedua, kelompok yang menta’wilkan
sifat-sifat yang hanya diyakini dengan jalan menjelaskannya, maka
dipalingkan lafaz yang mustahil menurut zahirnya dari ayat-ayat yang mutasyabihat kepada makna yang pantas menurut etimologi.
3. Mazhab mutawasiththin mengambil jalan tengah dari kedua kelompok di atas, yaitu apabila ta’wil
itu dekat kepada bahasa Arab maknanya tidak boleh ditolak dan apabila
jauh maka kita harus menjauhkan diri darinya dan kita beriman serta
meyakini ayat tersebut untuk mensucikan sifat Allah dari penyerupaanNya
dengan makhluk.
D. Macam-macam Ayat Mutasyabihat
1. Mutasyabihat dari segi lafaz
Yaitu
ayat-ayat yang serupa dengan ayat lain dari segi lafaz dan susunan
kalimatnya. Seperti ayat yang menjelaskan tentang kisah para nabi yang
diulang-ulang dengan redaksi sedikit berbeda, dengan maksud memberikan
sati kisah dengan beragam bentuk. Seperti:
a. Surat Al-Baqarah : 58
وادخلوا الباب سجدا وقولوا حطة
b. Surat Al-A’raf : 161
وقولوا حطة وادخلوا الباب سجدا
Mutasyabihat dari segi lafaz ini terbagi dua, yaitu:
a. Yang dikembalikan kepada lafaz yang tunggal yang sulit pemaknaannya, seperti العين dan اليد .
b. Yang dikembalikan kepada bilangan susunan kalimatnya.
Di antara sumber bacaan untuk mengetahui lebih lanjut tentang mutasyabih lafzy dapat kita temuka pada kitab-kitab sebagai berikut:
a. Durratu Tanzil wa Ghurratu Ta’wil
b. Al-Burhan fi Mutasyabihil Qur’an
c. Malakut Ta’wil
2. Mutasyabihat dari segi makna
Menurut as-Suyuti, mutasyabihat dari segi maknanya ada lima macam[14], yaitu:
a. Mutasyabihat dari segi kadarnya, seperti lafaz umum dan khusus; اقتلوا المشركين
b. Mutasyabihat dari segi cara, seperti perintah wajib dan sunah; فانكحوا ماطاب لكم من النساء
c. Mutasyabihat dari segi waktu, seperti nasikh dan masukh;
اتقوا الله حق تقاته
d. Mutasyabihat dari segi tempat dan suasana di mana ayat diturunkan; والراسخون فى العلم
e. Mutasyabihat dari segi syarat-syarat
E. Hikmah Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat
Ayat muhkamat dalam
Al-Qur’an sebagai bukti bahwa Al-Qur’an itu sebagai penjelas dan dan
petunjuk bagi manusia dalam menjalani kehidupan ini. Sedangkan ayat mutasyabihat sebagai pengujian terhadap orang-orang yang taat dan mengamalkannya.
Mengenai hikmah tentang adanya ayat-ayat mutasyabihat di dalam Al-Qur’an, para ulama telah banyak mengkaji hikmahnya, di antara hikmahnya seperti dibawah ini:
1. Imam Al-Suyuthi
a. Ayat-ayat mutasyabihat ini mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkapkan maksudnya sehingga menambah pahala bagi para pengkajinya.
b. Sekiranya Al-Qur’an seluruhnya muhkam tentunya hanya ada satu mazhab, akan tetapi karena Al-Qur’an mengandung ayat muhkam dan matasyabihat maka
masing-masing mazhab akan menggali dalil untuk menguatkan pendapatnya.
Selanjutnya semua mazhab akan memperhatikan dan merenungkannya.
Sekiranya mereka terus menggalinya maka ayat-ayat muhkamlah yang menjadi
penafsirnya.
c. Jika Al-Qur’an mengandung ayat-ayat mutasyabihat, maka untuk memahaminya diperlukan cara penafsiran dan tarjih antara satu dengan lainnya.
d. Al-Qur’an
berisi dakwah terhadap orang-orang tertentu dan umum. Orang awam
biasanya kurang menyukai hal-hal yang abstrak. Oleh karena itu sebaiknya
kepada mereka disampaikan penjelasan yang sesuai dengan tingkatan akal
mereka.
2. Al-Zarqani
Al-Zarqani menyebutkan sepuluh hikmah keberadaan ayat-mutasyabihah dalam Al-Qur’an. Empat di antaranya telah disebutkan oleh al-Suyuthi di atas. enam hikmah lagi adalah sebagai berikut[16]:
a. Ayat-ayat mutasyabihat merupakan rahmat bagi manusia yang lemah yang tidak dapat mengetahui sesuatu.
Ketika Tuhan menampakkan dirinya pada bukit, bukit itu hancur luluh dan
Musa jatuh pingsan. Bagaimana sekiranya Tuhan menampakkan hakikat zat
dan sifatnya pada manusia? Tuhan merahasiakan kapan terjadinya hari kiamat merupakan rahmat bagi manusia, agar manusia tidak bermalas-malas mempersiapkan perkalan untuk menghadapinya.
b. Keberadaan ayat ini juga merupakan cobaan dan ujian bagi manusia, apakah manusia percaya
atau tidak tentang hal gaib berdasarkan berita yang disampaikan oleh
orang yang benar. Orang-orang yang mendapat hidayah akan mempecayainya
sekalipun mereka tidak mengetahui rinciannya. Sedangkan orang-orang yang sesat akan mengingkarinya.
c. Ayat-ayat mutasyabihat ini menjadi dalil atas kelemahan dan kebodohan manusia.
d. Ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Qur’an menguatkan mu’jizatnya, sebab setiap ayat mengandung arti dan makna yang tersembunyi yang membawa kepada tasyabuh (kesamaran) memiliki andil yang besar dalam kebalaghahannya dan sampainya ketingkat yang paling tinggi dalam bayan.
e. Keberadaan mutasyabihat mempermudah
orang menghafal dan memelihara Al-Qur’an. Sebab setiap kalimat yang
mengandung banyak penafsiran yang berakibat ketidak jelasan akan
menunjuk banyak makna yang lebih dari pengertian yang dipahami dari
kalimat asal. Sekiranya makna-makna sekunder ini diungkapkan secara
langsung niscaya Al-Qur’an akan menjadi berjilid-jilid. Hal ini tentunya
menyulitkan untuk menghafal, memahami dan memeliharanya.
f. Terkandungnya ayat muhkamat dan mutasyabihat dalam
Al-Qur’an memaksa orang yang menelitinya untuk menggunakan
argument-argumen akal. Dengan demikian ia terbebas dari taklid.
F. Penutup
1. Kesimpulan
Al-Qur’an
merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW. memiliki fungsi melemahkan bagi
siapa saja yang ingin menandinginya, sehingga tak seorangpun yang mampu
membuat Al-Qur’an atau semisalnya.
Muhkamat dan mutasyabihat
merupakan bagian dari mukjizat itu. Banyak makna yang tersurat dan
tersirat dalam Al-Qur’an. Ada yang tersurat mudah dipahami itulah muhkamat, dan ada pula yang samar pemahamannya itulah mutasyabihat. Ditambah makna yang tersirat yang membutuhkan kajian mendalam.
2. Saran
Setelah mengkaji ayat muhkamat dan mutasyabihat,
penulis semakin merasa sedikitnya ilmu yang dimiliki untuk mengetahui
ilmu Allah yang maha luas. Penulis berharap semoga dengan kajian ini
membuat pembaca juga memiliki semangat yang dahsyat untuk terus mengkaji
Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an.
Oleh
sebab itu, kekurangan dari makalah ini adalah sebuah keniscayaan. Ilmu
dan masukan dari pembaca menjadikan makalah ini lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Atabik dan Muhdhlor, Ahmad Zuhdi, Kamus kontemporer Arab Indonesia, 1998. Jakarta: Multi Karya Grafika
Ismail, Muhammad Al-Bakr, Dirasat fi Ulumil Quran, 1991. Beirut: Darul Manar
Qathan, Manna’, Mabahits fi Ulumil Qur’an, 1975. Riyadh: Mansyuratul Ashril Hadits
al-Suyuti, Jalaludin, al-Itqan fi Ulumil Qur’an, t.t, Beirut: Darul Fikri
Wahid, Ramli Abdul, Ulumul Qur’an, 1996. Jakarta: Raja Grafindi Persada
Zaini, Hasan dan Hasanah, R. ‘Ulumul Al-Qur’an. 2011. Batusangkar: STAIN Press
al-Zarqani, M. Abdul Azhim, Manahilul Irfan fi Ulumil Qur’an, t.t, Makkah: Darul Ihyaul Kutub
Zarzuf, Adnan Muhammad, Ulumul Qur’an wa ‘Ijazuhu wa Tarikhu Tautsiqihi, 2005. Oman: Darul A’lam
[1] Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdhlor, Kamus kontemporer Arab Indonesia, (Jakarta: Multi Karya Grafika, 1998), h. 45
[3] Adnan Muhammad Zarzuf, Ulumul Qur’an wa ‘Ijazuhu wa Tarikhu Tautsiqihi, (Oman: Darul A’lam, 2005) h. 247
[8] Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Raja Grafindi Persada, 1996), h. 83-84
[12] M. Abdul Azhim Al-Zarqani, Manahilul Irfan fi Ulumil Qur’an, (Makkah: Darul Ihyaul Kutub, t.th), j. 11, h. 306-310
[14] Jalaludin al-Suyuti, Op, Cit, h. 6
[16] Al-Zarqani, op.cit, h. 282-285